Kenapa seseorang bisa menjadi koruptor sekaligus rajin beribadah?
Bagi
kaum moralis, fenomena koruptor yang rajin beribadah akan dipandang
sebagai bentuk pelecehan terhadap agama. Dalam Islam, sejak awal stigma
munafik telah diberikan kepada orang2 yang sengaja memfungsikan Islam
sebagai kedok. Dalam Islam, orang munafik dipandang sebagai musuh yang
paling berbahaya bahkan dalam Al-Qur’an dan hadits pun banyak
disebutkan bahwa kaum munafik adalah sangat dikutuk oleh Allah Swt.
Faktanya
sekarang di Indonesia banyak koruptor yang beragama Islam. Mereka
mengobarkan api kebencian kepada Barat untuk mengalihkan perhatian
publik sehingga terbentuk opini bahwa musuh Islam adalah Barat dan
bukan korupsi itu sendiri. Sedangkan kalo kita mau meneliti lebih jauh
lagi bahwa penyebab kemelaratan Indonesia bukanlah Barat melainkan
korupsi yang merajalela.
Banyaknya fakta bahwa para
koruptor rajin beribadah, khususnya mengadakan acara doa bersama atau
syukuran naik haji menunjukkan kesan bahwa para kyai/ulama seolah-olah
mengamini tindakan korupsi. Kesan tersebut bisa saja menyakitkan, tapi
layak diungkapkan. Sebab itu didukung oleh fakta yang cenderung semakin
fenomenal.
Fenomena memfungsikan agama sebagai kedok
serta kemunafikan para koruptor sering sangat mudah dilihat setiap
menjelang kampanye Pemilu dan Pilkada. Betapa banyak elit politik yang
terindikasi korup berlomba-lomba memberikan sumbangan dana pembangunan
Masjid atau Pesantren untuk mendapatkan fatwa dan dukungan politik dari
kyai/ulama dan pengikutnya. Gilanya, semua kyai/ulama tersebut justru
gembira dan tidak ada yang keberatan atau sekedar mengkritik perilaku
munafik . Contoh lain adalah elit politik yang terindikasi korup banyak
yang masuk menjadi anggota partai yang berasaskan agama (lihat kasus
Tifatul Sembiring (PKS) yg bermaksud membuat UU penyadapan yang
mengkebiri KPK atau Al Amin Nasution (PPP) yang tersangkut kasus
korupsi dsb.). Kisruh KKN yang terjadi setiap Penyelenggaraan Ibadah
Haji yang melibatkan para pejabat Departemen Agama. Siaran langsung
dari televisi tentang hari2 besar agama dan sholat bersama di masjid
Istiqlal yang dihadiri para elit politik yang terindikasi korup yang
bersanding dengan para kyai/ulama.
Adanya fenomena ini
merupakan kontradiksi nyata yang membingungkan masyarakat awam.
Bagaimana mungkin para kyai/ulama bisa akur dengan para koruptor?.
Namun sayangnya kontradiksi tersebut belum pernah dikaji serius oleh
komunitas2 agama di Indonesia secara terbuka. Dengan begitu hal ini
mengundang pertanyaan baru : “BENARKAH TELAH TERJADI KOMPROMI ANTARA
PARA KORUPTOR DENGAN KALANGAN PEMUKA AGAMA, KARENA SEBAGIAN HASIL
KORUPSI DIGUNAKAN UNTUK MENDANAI KEPENTINGAN PEMBANGUNAN MASJID DAN
PESANTREN?”
Fenomena semakin merajalelanya korupsi
cenderung dibiarakan oleh para kyai/ulama bahkan melalui pengajian para
kyai/ulama tersebut senantiasa sengaja berkhotbah tentang hal-hal yang
sama sekali tidak menyentuh fenomena korupsi yang semakin merajalela
saat ini lucunya para ulama/tersebut sering memperlakukan jama’ahnya
seperti anak kecil, mereka sering mendongeng cerita tentang nabi2
terdahulu dengan tujuan menggembosi kemampuan kritis para jama’ahnya
terhadap masalah korupsi yang notabene merupakan akar dari segala
masalah yang terjadi di Indonesia. Lihat saja sekarang kasus Bank
Century, tidak ada kyai/ulama (kecuali GusDur) yang berdiri mendukung
dibelakang gerakan massa yang menuntut penuntasan kasus Bank Century
yang melibatkan banyak elit politik. Tentu saja hal ini menyedihkan
karena diberbagai kesempatan kita selalu terbuai dengan jargon2
“Inidonesia adalah Negara dengan mayoritas muslim”
Solusi
dari masalah diatas adalah dengan Revitalisasi agama yang meliputi :1.
kyai/ulama harus netral kalo perlu Golput sekalian di setiap Pemilu dan
Pilkada2. pemuka agama serta umat beragama harus segera memutuskan
hubungan dengan semua pejabat Negara/elit politik yang terindikasi
korup. Dengan jalan, menolak tegas undangan acara doa bersama atau
syukuran yang diselenggarakan oleh pejabat Negara/elit politik yang
terindikasi korup.Dengan cara demikian, ada kemungkinan kaum koruptor
tidak semakin ugal-ugalan menjadikan agama sebagai kedok.
Dengan
revitalisasi agama, fenomena koruptor tampak religius yang identik
dengan merajalelanya kauam munafik yang mengadakan korupsi berjama’ah
mungkin akan segera dapat dibabat habis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar