Senin, 12 Desember 2011

Penerapan Model Pembelajaran dengan Pendekatan Matematika Realistik Indonesia


KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya lah saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ”Model Pembelajaran dengan Pendekatan Matematika Realistik Indonesia”.

Makalah ini saya sertai dengan pembahasan-pembahasan tentang Model Pembelajaran dengan Pendekatan Matematika Realistik Indonesia. Adapun tujuan dari hal tersebut adalah agar pembaca memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang Model Pembelajaran dengan Pendekatan Matematika Realistik Indonesia, sehingga mampu dan terampil dalam menerapkannya saat proses belajaran .

Harapan saya, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Dan saya juga mengharapkan kritik dan saran, khususnya dari pembaca.
                                                                                                                       

                                                                                         Bangko, November 2011
                                                                                                   Penulis


                                                                                        Diargo hendroandoni






DAFTAR ISI

Kata pengantar.................................................................................................................... 1
Daftar isi.............................................................................................................................. 2

BAB.I : Pendahuluan.......................................................................................................... 3
1.1          Latar Belakang Masalah.................................................................................. 3
1.2          Rumusan masalah............................................................................................ 4
1.3          tujuan Makalah................................................................................................ 4

BAB. II : Pembahasan......................................................................................................... 5
2.1         Devenisi Pembelajaran Matematika Realistik (PMR)....................................... 5
2.2         Penerapan Model Pembelajaran dengan Pendekatan Matematika Realistik Indonesia   5
2.3         Prinsip Pembelajaran Matematika Realistik...................................................... 6
2.4         Karakteristik Pembelajaran Matematika Realistik............................................ 7
2.5         Langkah-langkah Pembelajaran Matematika Realistik..................................... 9
2.6         Kelebihan dan Kesulitan Penerapan PMR....................................................... 10
2.7         Pendekatan Matematika Realistik.................................................................... 12
2.8         Pemahaman Matematika Realistik.................................................................... 13
2.9         Pendidikan Matematika Realistik..................................................................... 14

BAB. III : Penutup.............................................................................................................. 16
3.1         Kesimpulan....................................................................................................... 16
3.2         Saran................................................................................................................. 17

Daftar Pustaka..................................................................................................................... 18




BAB. I : Pendahuluan

1.1         Latar Belakang Masalah.
             
Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) pada dasarnya adalah pemanfaatan realitas dan lingkungan yang dipahami peserta didik untuk memperlancar proses pembelajaran matematika sehingga mencapai tujuan pendidikan matematika secara lebih baik dari pada masa yang lalu.

PMR dilandasi oleh pandangan bahwa siswa harus aktif, tidak boleh pasif. Siswa harus aktif mengkonstruksi sendiri pengetahuan matematika. Siswa didorong dan diberi kebebasan untuk mengekspresikan jalan pikirannya, menyelesaikan masalah menurut idenya, mengkomunikasikannya, dan pada saatnya belajar dari temannya sendiri.

Berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran matematika telah banyak dilakukan, baik oleh pemerintah maupun oleh berbagai pihak yang peduli terhadap pembelajaran matematika sekolah. Berbagai upaya tersebut antara lain dalam bentuk: penataran guru, kualifikasi pendidikan guru, pembaharuan kurikulum, implementasi model atau metode pembelajaran baru, penelitian tentang kesulitan dan kesalahan siswa dalam belajar matematika.

Namun berbagai upaya tersebut belum mencapai hasil yang optimal, karena berbagai kendala di lapangan. Akibatnya, sampai saat ini kualitas pembelajaran matematika di Indonesia masih rendah (Soedjadi, 2001).

Pada umumnya, masalah pembelajaran matematika tampak dalam penjelasan Soedjadi yang menyatakan bahwa sudah cukup lama kita semua terbenam dalam pembelajaran matematika yang bagi banyak orang terasa asing, formal, dan hanya bermain angka atau simbol yang sulit dan serba tak berarti, bahkan tidak sedikit yang merasa ketakutan untuk menghadapi pelajaran matematika. Untuk mengatasi masalah pembelajaran seperti itu, maka diperlukan inovasi di bidang pembelajaran matematika. Salah satu hasil inovasi di bidang pembelajaran matematika adalah Pembelajaran Matematika Realistik (PMR).

Soedjadi (dalam Suharta, 2004) mengemukakan bahwa agar pembelajaran menjadi bermakna (meaningful) maka dalam pembelajaran di kelas perlu mengaitkan pengalaman kehidupan nyata anak dengan ide-ide matematika. Guru dalam pembelajarannya di kelas tidak mengaitkan dengan skema yang telah dimiliki oleh siswa dan siswa kurang diberikan kesempatan untuk menemukan kembali dan mengkonstruksi sendiri ide-ide matematika. 

Berdasarkan uraian di atas, matematika merupakan salah satu cabang ilmu yang sangat penting. Bagi siswa selain untuk menunjang dan mengembangkan ilmu-ilmu lainnya, matematika juga diperlukan untuk bekal terjun dan bersosialisasi dalam kehidupan bermasyarakat. Alasan pentingnya matematika untuk dipelajari karena begitu banyak kegunaannya.

1.2         Rumusan Masalah.                                                                                                   

Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang dipaparkan di atas di atas, saya (penulis) ingin menjelaskan tentang: “bagaimanakah penerapan pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik di indonesia?”

1.3         Tujuan Makalah

Tujuan penulisan makalah ini adalah menjelaskan tentang penerapan pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik di indonesia.




BAB. II : Pembahasan

2.1         Defenisi Pembelajaran Matematika Realistik (PMR)

Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) adalah suatu pendekatan pembelajaran matematika yang memiliki 3 prinsip, yaitu:
a.              Penemuan kembali secara terbimbing dan matematisasi progresif
b.             Fenomena didaktik
c.              Pengembangan model sendiri oleh siswa.

Ketiga prinsip tersebut kemudian dioperasionalkan ke dalam lima karakteristik, yaitu:
a.              Menggunakan masalah real sebagai langkah awal
b.             Menggunakan model matematika yang dikembangkan siswa
c.              Mempertimbangkan kontribusi siswa
d.             Mengoptimalkan interaksi siswa dengan temannya, siswa dengan guru dan sarana pendukung lain
e.              Mempertimbangkan keterkaitan antar materi pelajaran

2.2         Penerapan Model Pembelajaran dengan Pendekatan Matematika Realistik Indonesia.

Penerapan Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) adalah penerapan  pembelajaran dengan penggunaan prinsip dan karakteristik PMR dalam menyusun langkah-langkah pembelajaran dengan setting kooperatif (model pembelajaran yang didalamnya mengkondisikan para siswa bekerja bersama-sama didalam kelompok-kelompok kecil untuk membantu satu sama lain dalam belajar) yang dimuat dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), yang bertujuan agar siswa mencapai kompetensi dasar yang telah di rencanakan.

Soedjadi (2003) menyatakan, guru hendaknya jangan punya anggapan bahwa siswa harus selalu diberi tahu, tetapi harus mulai percaya bahwa  siswa pun memiliki kemampuan-kemampuan yang dapat muncul dari dirinya sendiri. Selanjutnya dikatakan bahwa guru perlu memberi waktu “cukup” kepada siswa untuk mencoba berpikir sendiri, menemukan sendiri dan berani mengungkapkan pendapat sendiri. Konsep-konsep dalam matematika tidak diajarkan melalui definisi, melainkan melalui contoh-contoh yang relevan dengan melibatkan konsep tertentu yang sudah terbentuk dalam pikiran siswa. Pembelajaran secara bermakna terjadi bila siswa mencoba menghubungkan fenomena baru ke dalam struktur pengetahuan mereka, tidak hanya sekedar menghafal.

Maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika merupakan suatu bentuk kegiatan pembelajaran yang mengutamakan keterlibatan siswa untuk membangun pengetahuan matematikanya dengan caranya sendiri.

2.3         Prinsip Pembelajaran Matematika Realistik

Secara umum prinsip pembelajaran matematika realistik, yaitu:
a.              Prinsip Aktivitas
b.             Prinsip Realitas
c.              Prinsip Perjenjangan
d.             Prinsip Jalinan
e.              Prinsip Interaksi
f.              Prinsip Bimbingan

Gravemeijer (1994:90-91), mengemukakan bahwa ada tiga prinsip kunci (utama) dalam PMR
, yaitu:
a.              Penemuan kembali secara terbimbing dan proses matematisasi secara progresif (guided reinvention and  progressive mathematizing). Prinsip ini menghendaki bahwa, dalam PMR melalui penyelesaian masalah kontekstual yang diberikan guru di awal pembelajaran, dengan bimbingan dan petunjuk guru yang diberikan secara terbatas, siswa diarahkan sedemikian rupa sehingga, seakan-akan siswa mengalami proses menemukan kembali konsep, prinsip, sifat-sifat dan rumus-rumus matematika, sebagaimana ketika konsep, prinsip, sifat-sifat dan rumus-rumus matematika itu ditemukan.

b.             Menentukan suatu materi. Prinsip ini terkait dengan suatu gagasan fenomena didaktik, yang menghendaki bahwa di dalam menentukan suatu materi matematika untuk diajarkan dengan pendekatan PMR, didasarkan atas dua alasan, yaitu:
·                Untuk mengungkapkan berbagai macam aplikasi materi itu yang harus diantisipasi dalam pembelajaran
·                Untuk dipertimbangkan pantas tidaknya materi itu digunakan sebagai poin-poin untuk suatu proses matematisasi secara progresif.

c.              Mengembangkan  sendiri model-model (self developed models). Prinsip ini berfungsi sebagai jembatan antara pengetahuan matematika informal dengan pengetahuan matematika formal. Dalam menyelesaikan masalah kontekstual, siswa diberi kebebasan untuk memecahkan masalah yang ada

2.4         Karakteristik Pembelajaran Matematika Realistik

Fauzan (2001:2) mengemukakan bahwa pembelajaran yang menggunakan PMR memiliki beberapa ciri, yaitu:
1.             Matematika dipandang sebagai kegiatan manusia sehari-hari, sehingga memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari (contextual problem) merupakan bagian yang esensial

2.             Belajar matematika berarti bekerja dengan matematika (doing mathematics)

3.             Siswa diberi kesempatan untuk menemukan konsep-konsep matematika di bawah bimbingan orang dewasa (guru)

4.             Proses belajar mengajar berlangsung secara interaktif dan siswa menjadi fokus dari semua aktivitas di kelas

5.             Aktivitas yang dilakukan meliputi: menemukan masalah-masalah kontekstual (looking for problems), memecahkan masalah (solving problems), dan mengorganisir bahan ajar (organizing a subject matter).

Sebagai operasionalisasi ketiga prinsip utama PMR di atas, menurut Freudenthal, PMR memiliki lima karakteristik, yaitu:
a.              Menggunakan masalah kontekstual (the use of context). Pembelajaran diawali dengan menggunakan masalah kontekstual sehingga memungkinkan siswa menggunakan pengalaman sebelumnya dan pengetahuan awal yang dimilikinya secara langsung, tidak dimulai dari sistem formal. Masalah kontekstual yang diangkat sebagai materi awal dalam pembelajaran harus sesuai dengan realitas atau lingkungan yang dihadapi siswa dalam kesehariannya yang sudah dipahami atau mudah dibayangkan. Menurut Treffers dan Goffree, masalah kontekstual dalam PMR memiliki empat fungsi, yaitu:
·               Untuk membantu siswa dalam pembentukan konsep matematika
·               Untuk membentuk model dasar matematika dalam mendukung pola pikir siswa bermatematika
·               Untuk memanfaatkan realitas sebagai sumber dan domain aplikasi matematika
·               Untuk melatih kemampuan siswa, khususnya dalam menerapkan matematika pada situasi nyata (realitas). Realitas yang dimaksud di sini  sama dengan kontekstual

b.             Menggunakan instrumen vertikal seperti model, skema, diagram dan simbol-simbol (use models, bridging by vertical instrument). Istilah model berkaitan dengan situasi dan model matematika yang dibangun sendiri oleh siswa (self developed models), yang merupakan jembatan bagi siswa untuk membuat sendiri model-model dari situasi nyata ke abstrak atau dari situasi informal ke formal. Artinya siswa membuat model sendiri dalam menyelesaikan masalah kontekstual yang merupakan keterkaitan antara model situasi dunia nyata yang relevan dengan lingkungan siswa ke dalam model matematika. Sehingga dari proses matematisasi horizontal dapat menuju ke matematisasi vertikal.

c.              Menggunakan kontribusi siswa (student contribution). Siswa diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengembangkan berbagai strategi informal yang dapat mengarahkan pada pengkontruksian berbagai prosedur untuk memecahkan masalah. Dengan kata lain, kontribusi yang besar dalam proses pembelajaran diharapkan  datang dari siswa, bukan dari guru. Artinya semua pikiran atau pendapat siswa sangat diperhatikan dan dihargai.

d.             Proses pembelajaran yang interaktif (interactivity). Mengoptimalkan proses belajar mengajar melalui interaksi antar siswa, siswa dengan guru dan siswa dengan sarana dan prasarana merupakan hal penting dalam PMR. Bentuk-bentuk interaksi seperti: negosiasi, penjelasan, pembenaran, persetujuan, pertanyaan atau refleksi digunakan untuk mencapai bentuk pengetahuan matematika formal dari bentuk-bentuk pengetahuan matematika informal yang ditemukan sendiri oleh siswa. Guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkomunikasikan ide-ide mereka melalui proses belajar yang interaktif.

e.              Terkait dengan topik lainnya (intertwining). Berbagai struktur dan konsep dalam matematika saling berkaitan, sehingga keterkaitan atau pengintegrasian antar topik atau materi pelajaran perlu dieksplorasi untuk mendukung agar pembelajaran lebih bermakna. Oleh karena itu dalam PMR  pengintegrasian unit-unit pelajaran matematika merupakan hal yang esensial (penting). Dengan pengintegrasian itu akan memudahkan siswa untuk memecahkan masalah. Di samping itu dengan pengintegrasian dalam pembelajaran, waktu pembelajaran menjadi lebih efisien. Hal ini dapat terlihat melalui masalah kontekstual yang diberikan.

2.5         Langkah-Langkah Pembelajaran Matematika Realistik

Fauzi (2002:) mengemukakan langkah-langkah di dalam proses pembelajaran matematika dengan pendekatan PMR, yaitu:
a.              Langkah pertama: memahami masalah kontekstual, yaitu guru memberikan masalah kontekstual dalam kehidupan sehari-hari dan meminta siswa untuk memahami masalah tersebut.

b.             Langkah kedua: menjelaskan masalah kontekstual, yaitu jika dalam memahami masalah siswa mengalami kesulitan, maka guru menjelaskan situasi dan kondisi dari soal dengan cara memberikan petunjuk-petunjuk atau berupa saran seperlunya, terbatas pada bagian-bagian tertentu dari permasalahan yang belum dipahami.

c.              Langkah ketiga: menyelesaikan masalah kontekstual, yaitu siswa secara individual menyelesaikan masalah kontekstual dengan cara mereka sendiri. Cara pemecahan dan jawaban masalah berbeda lebih diutamakan. Dengan menggunakan lembar kerja, siswa mengerjakan soal. Guru memotivasi siswa untuk menyelesaikan masalah dengan cara mereka sendiri.

d.             Langkah keempat: membandingkan dan mendiskusikan jawaban, yaitu guru menyediakan waktu dan kesempatan kepada siswa untuk membandingkan dan mendiskusikan jawaban masalah secara berkelompok. Siswa dilatih untuk mengeluarkan ide-ide yang mereka miliki dalam kaitannya dengan interaksi siswa dalam proses belajar untuk mengoptimalkan pembelajaran.

e.              Langkah kelima: menyimpulkan, yaitu guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menarik kesimpulan tentang suatu konsep atau prosedur.

Soedjadi (2001:3) menyatakan bahwa dalam pembelajaran matematika realistik juga diperlukan upaya “mengaktifkan siswa”. Upaya itu dapat diwujudkan dengan cara:
a.              Mengoptimalkan keikutsertaan unsur-unsur proses belajar mengajar
b.             Mengoptimalkan keikutsertaan seluruh sense peserta didik

Salah satu kemungkinan adalah dengan memberi kesempatan kepada siswa untuk dapat menemukan atau mengkonstruksi sendiri pengetahuan yang akan dikuasainya. Salah satu upaya guru untuk merealisasikan pernyataan di atas adalah menetapkan langkah-langkah pembelajaran yang sesuai dengan prinsip dan karakteristik PMR.

2.6         Kelebihan dan Kesulitan Penerapan PMR

Sebagaimana setiap pendekatan, strategi maupun metode pembelajaran, di satu sisi memiliki berbagai kelebihan, namun juga memiliki kesulitan. Demikian halnya dengan PMR, diantaranya:

a.             Kelebihan Pembelajaran Matematika Realistik

Menurut Suwarsono (2001:5) terdapat beberapa kekuatan atau kelebihan dari pembelajaran matematika realistik, yaitu:
·               Pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa tentang keterkaitan matematika dengan kehidupan sehari-hari dan kegunaan pada umumnya bagi manusia.

·               Pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa bahwa matematika adalah suatu bidang kajian yang dikonstruksi dan dikembangkan sendiri oleh siswa tidak hanya oleh mereka yang disebut pakar dalam bidang tersebut.

·               Pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa bahwa cara penyelesaian suatu soal atau masalah tidak harus tunggal dan tidak harus sama antara yang satu dengan orang yang lain. Setiap orang bisa menemukan atau menggunakan cara sendiri, asalkan orang itu sungguh-sungguh dalam mengerjakan soal atau masalah tersebut. Selanjutnya dengan membandingkan cara penyelesaian yang satu dengan cara penyelesaian yang lain, akan bisa diperoleh cara penyelesaian yang paling tepat, sesuai dengan tujuan dari proses penyelesaian masalah tersebut.

·               Pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa bahwa dalam mempelajari matematika, proses pembelajaran merupakan sesuatu yang utama dan orang harus menjalani proses itu dan berusaha untuk menemukan sendiri konsep-konsep matematika dengan bantuan pihak lain yang sudah lebih tahu (misalnya guru). Tanpa kemauan untuk menjalani sendiri proses tersebut, pembelajaran yang bermakna tidak akan tercapai.

b.             Kesulitan dalam Penerapan Pembelajaran Matematika Realistik

Adanya persyaratan-persyaratan tertentu agar kelebihan PMR dapat muncul justru menimbulkan kesulitan tersendiri dalam menerapkannya. Kesulitan-kesulitan tersebut, yaitu:
·               Tidak mudah untuk merubah pandangan yang mendasar tentang berbagai hal, misalnya mengenai siswa, guru dan peranan soal atau masalah kontekstual, sedang perubahan itu merupakan syarat untuk dapat diterapkannya PMR.

·               Pencarian soal-soal kontekstual yang memenuhi syarat-syarat yang dituntut dalam pembelajaran matematika realistik tidak selalu mudah untuk setiap pokok bahasan matematika yang dipelajari siswa, terlebih-lebih karena soal-soal tersebut harus bisa diselesaikan dengan bermacam-macam cara.
·               Tidak mudah bagi guru untuk mendorong siswa agar bisa menemukan berbagai cara dalam menyelesaikan soal atau memecahkan masalah.

·               Tidak mudah bagi guru untuk memberi bantuan kepada siswa agar dapat melakukan penemuan kembali konsep-konsep atau prinsip-prinsip matematika yang dipelajari.

2.7         Pendekatan Matematika realistik

Menurut Suherman (2001:7), pendekatan (approach) pembelajaran matematika adalah cara yang ditempuh guru dalam pelaksanaan pembelajaran agar konsep yang disajikan bisa beradaptasi dengan siswa.

Salah satu pendekatan yang berorientasi pada matematisasi pengalaman sehari-hari dan menerapkan matematika dalam pengalaman sehari-hari adalah pendekatan matematika realistik. Pendekatan ini mengacu pada pendapat Freudenthal yang menyatakan bahwa pembelajaran matematika sebaiknya berangkat dari aktifitas manusia karena Mathematics is a human activity (Suherman,2001:128).

Dalam pendekatan matematika realistik dikenal dua jenis matematisasi yang diformulasikan oleh Treffers (dalam Zainurie, 2007:3) yaitu matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal. Contoh matematisasi horizontal adalah: pengidentifikasian, perumusan, pemvisualisasian masalah dalam cara-cara yang berbeda dan pentransformasian masalah dalam dunia real ke dalam masalah matematik. Matematika dalam tingkat ini disebut matematika informal. Adapun contoh matematisasi vertikal adalah: representasi hubungan-hubungan dalam rumus, perbaikan dan penyesuaian model matematika, penggunaan model-model yang berbeda dan penggeneralisaian.

Menurut Zulkardi (dalam Kania, 2006:19), pedekatan matematika realistik memiliki lima karakteristik, yaitu:
a.              The use of context (penggunaan konteks),
b.             Theuse of models(penggunaan model),
c.              The use of students own production and construction ( penggunaan kontribusi dari siswa sendiri),
d.             The interactive character of teaching process (interaktifitas dalam proses pengajaran, dan
e.              The interviewments of various learning strands (terintegrasi dengan berbagai topik pengajaran lainnya.

Kelima karakteristik pembelajaran menurut filosofi realistik inilah yang menjiwai setiap aktivitas pembelajaran matematika. Meskipun kelima karakteristik tersebut menjadi acuan dalam pengembangan pembelajaran matematika, namun dalam desain pembelajaran kadang-kadang tidak semua prinsip itu dimunculkan.

2.8         Pemahaman Matematika Realistik

Pemahaman merupakan terjemahan dari comprehension. Purwadinata (dalam Emiliani, 2000:7) menyatakan bahwa paham artinya “mengerti benar”, sehingga pemahaman konsep artinya mengerti benar tentang konsep.

Menurut Driver (dalam Suzana, 2003:22) pemahaman adalah kemampuan untuk menjelaskan suatu situasi atau suatu tindakan. Dari pengertian ini ada tiga aspek pemahaman, yaitu:
a.              Kemampuan mengenal
b.             Kemampuan menjelaskan
c.              Kemampuan menginterpretasi atau menarik kesimpulan

Menurut Machener (dalam Sumarmo, 1987:24), untuk memahami suatu objek secara mendalam, seseorang harus mengetahui:
a.              Objek itu sendiri.
b.             Relasinya dengan objek lain yang sejenis.
c.              Relasinya dengan objek lain yang tidak sejenis.
d.             Relasi dual dengan objek lain yang sejenis.
e.              Relasi dengan objek dalam teori lainnya.

Menurut Sumarmo (1987:24) ada 3 macam pemahaman, yaitu:
a.              Pengubahan (translation),
b.             Pemberian arti (interpretation),
c.              Pembuatan ekstrapolasi (extrapolation).

Pemahaman siswa terhadap konsep matematika menurut NCTM (dalam Munggaranti, 2007:25) dapat dilihat dari kemampuan siswa dalam :
a.              Mendefinisikan konsep secara verbal dan tulisan.
b.             Membuat contoh dan non contoh penyangkal.
c.              Mempresentasikan suatu konsep dengan model, diagram, dan simbol.
d.             Mengubah suatu bentuk representasi ke bentuk yang lain.
e.              Mengenal berbagai makna dan interpretasi konsep.
f.              Mengidentifikasi sifat-sifat suatu konsep dan mengenal syarat-syarat yang menentukan suatu konsep.
g.             Membandingkan dan membedakan konsep-konsep.

2.9         Pendidikan Matematika Realistik.

Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) tidak dapat dipisahkan dari institude Freudenthal. Institut ini didirikan pada tahun 1971, berada di bawah Utrecht University Belanda. Nama institut diambil dari nama pendirinya yaitu Profesor Hans Freudenthal (1905-1990), seorang penulis, pendidik dan matematikawan berkebangsaan Jerman-Belanda. Sejak tahun 1971, Institut ini mengembangkan suatu pendekatan teoritis terhadap pembelajaran matematika yang dikenal dengan RME (Realistic Mathematics Education). RME menggabungkan pandangan tentang apa itu matematika, bagaimana siswa belajar matematika dan bagaimana matematika harus diajarkan (Hadi, 2005).
Pendidikan matematika realistik dikembangkan berdasarkan pemikiran Hans Freudenthal yang berpendapat bahwa matematika merupakan aktivitas insani (human activities) yang harus dikaitkan dengan realitas. Berdasarkan pemikiran tersebut, PMRI mempunyai ciri antara lain bahwa dalam proses pembelajaran siswa harus diberikan kesempatan untuk menemukan kembali (to reinvent) matematika melalui bimbingan guru, dan bahwa penemuan kembali (reinvention) ide dan konsep matematika tersebut harus dimulai dari penjelajahan berbagai situasi dan persoalan “dunia riil” (Hadi, 2004).
Freudenthal berkeyakinan bahwa siswa tidak boleh dipandang sebagai penerima pasif matematika yang sudah jadi. Menurutnya pendidikan harus mengarahkan siswa kepada penggunaan berbagai situasi dan kesempatan untuk menemukan kembali matematika dengan cara mereka sendiri. Banyak soal yang dapat diangkat dari berbagai konteks (situasi) yang dirasakan bermakna sehingga menjadi sumber belajar.
Konsep matematika muncul dari proses matematisasi, yaitu dimulai dari penyelesaian yang berkait dengan konteks (context link solution), siswa secara perlahan mengembangkan alat dan pemahaman metematik ke tingkat yang lebih formal. Model-model yang muncul dari aktivitas matematik siswa akan dapat mendorong terjadinya interaksi di kelas sehingga mengarah pada level berpikir matematik yang lebih tinggi.
Teori PMRI sejalan dengan teori belajar yang berkembang saat ini, seperti kontruktivisme dan pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning, disingkat CTL). Namun, baik pendekatan konstruktivisme maupun CTL mewakili teori belajar secara umum. PMRI merupakan suatu teori pembelajaran yang dikembangkan khusus untuk matematika.

Paradigma baru dalam pembelajaran sekarang ini khususnya PMRI menekankan terhadap proses pembelajaran dimana aktivitas siswa dalam mencari, menemukan dan membangun sendiri pengetahuan yang dia perlukan benar-benar menjadi pengalaman belajar tersendiri bagi setiap individu.
Menurut De Lange, pembelajaran matematika dengan pendekatan PMRI meliputi aspek-aspek berikut
:
a.              Memulai pelajaran dengan mengajukan masalah (soal) yang “riil” bagi siswa sesuai dengan pengalaman dan tingkat pengetahuannya sehingga siswa segera terlibat dalam pembelajaran secara bermakna.

b.             Permasalahan yang diberikan tentu harus diarahkan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam pelajaran tersebut.

c.              Siswa mengembangkan atau menciptakan model-model simbolik secara informal terdapat persoalan/ masalah yang diajukan.

d.             Pengajaran berlangsung secara interaktif : siswa menjelaskan dan memberikan alasan terhadap jawaban yang diberikannya, memahami jawaban temannya (siswa lain), setuju terhadap jawaban temannya, menyatakan ketidaksetujuan, mencari alternatif penyelesaian yang lain dan melakukan refleksi terhadap setiap langkah yang ditempuh atau terhadap hasil pelajaran. Paradigma baru pendidikan sekarang ini juga lebih menekankan pada peserta didik sebagai manusia yang memiliki potensi untuk belajar dan berkembang.

BAB. III : Penutup

3.1         Kesimpulan.
           
Berdasarkan pembahasan yang telah di uraikan dapat di simpulkan bahwa:
Penerapan PMR setting kooperatif untuk mengajarkan materi Aritmetika Sosial dapat dilakukan dengan langkah-langkah berikut.
a.              Penyajian masalah “Pedagang Buah” dan “Sepeda Motor”. Siswa diminta untuk memahami masalah-masalah tersebut. Jika terdapat hal-hal yang kurang dipahami oleh siswa, guru memberikan petunjuk seperlunya terhadap bagian-bagian yang belum dipahami siswa (fase 4 pembelajaran kooperatif, membimbing kelompok bekerja dan belajar).

b.             Secara individu siswa memecahkan kedua masalah menurut cara sendiri. Selanjutnya untuk membimbing siswa mengonstruksi pengertian  harga jual, harga beli, untung, dan rugi, maka siswa memecahkan masalah-masalah tersebut dengan tuntunan LKS (fase 4 pembelajaran kooperatif, membimbing kelompok bekerja dan belajar).

c.              Dengan komunikasi interaktif, guru mengarahkan siswa untuk mencermati keterkaitan antara “harga beli dan harga jual” dengan “untung dan rugi”.  Melalui pengarahan tersebut diharapkan siswa dapat menyimpulkan bahwa “cara menentukan besar keuntungan adalah harga jual – harga beli, sedangkan cara menentukan besar kerugian adalah harga beli -  harga jual” (fase 4 pembelajaran kooperatif, membimbing kelompok bekerja dan belajar dan masih dilakukan pada fase 5 yaitu evaluasi).

d.             Guru bersama siswa merumuskan pengertian harga jual, harga beli dan cara menentukan besar keuntungan dan kerugian (fase 5 pembelajaran kooperatif, evaluasi).
3.2         Saran.

Adapun saran yang ingin di sampaikan penulis, yaitu:
a.              Apabila pembaca ingin memahami tentang evaluasi. Maka, jadikanlah evaluasi sebagai sarana untuk mengintropeksi pencapaian tujuan yang ingin di capai setelah di adakannya penentuan objek untuk di analisa yang di jadikan dasarkan untuk pemicu pemikiran kritis.
b.             Sebelum memahami sesuatu hendaknya pembaca menentukan tujuan akhir yang ingin di capai dan membuat strategi belajar agar mempermudah ketika memahami sesuatu, khhususnya tentang evaluasi.



DAFTAR PUSTAKA

http//:www.RealisticMathematicEducation_di_FMIPA.com
http//:www.ModelPembelajaran_dengan_PendekatanMatematikaRealistikIndonesia.co.id



Tidak ada komentar:

Posting Komentar