Pancasila artinya lima dasar atau
lima asas yaitu nama dari dasar negara kita, Negara Republik Indonesia. Istilah
Pancasila telah dikenal sejak zaman Majapahit pada abad XIV yang terdapat dalam
buku Nagara Kertagama karangan Mpu Prapanca dan buku Sutasoma karangan Mpu
Tantular, dalam buku Sutasoma ini, selain mempunyai arti “Berbatu sendi yang
lima” (dari bahasa Sangsekerta) Pancasila juga mempunyai arti “Pelaksanaan
kesusilaan yang lima” (Pancasila Krama), yaitu sebagai berikut:
1. Tidak boleh melakukan kekerasan
2. Tidak boleh mencuri
3. Tidak boleh berjiwa dengki
4. Tidak boleh berbohong
5. Tidak boleh mabuk minuman keras / obat-obatan terlarang
2. Tidak boleh mencuri
3. Tidak boleh berjiwa dengki
4. Tidak boleh berbohong
5. Tidak boleh mabuk minuman keras / obat-obatan terlarang
Pancasila sebagai dasar negara
Republik Indonesia ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945. sebagai dasar
negara maka nilai-nilai kehidupan bernegara dan pemerintahan sejak saat itu
haruslah berdasarkan pada Pancasila, namun berdasrkan kenyataan, nilai-nilai
yang ada dalam Pancasila tersebut telah dipraktikan oleh nenek moyang bangsa
Indonesia dan kita teruskan sampai sekarang.
Rumusan Pancasila yang dijadikan
dasar negara Indonesia seperti tercantum dalam pembukaan UUD 1945 adalah:
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan / perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh
Rakyat Indonesia
Kelima sila tersebut sebagai satu
kesatuan nilai kehidupan masyarakat Indonesia oleh Paniti Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(PPKI) dijadikan Dasar Negara Indonesia.
B. Pancasila Sebagai Pandangan Hidup
Bangsa Indonesia
Dalam pengertian ini, Pancasila
disebut juga way of life, weltanschaung,
wereldbeschouwing, wereld en levens
beschouwing, pandangan dunia,
pandangan hidup, pegangan hidup dan
petunjuk hidup. Dalam hal ini Pancasila digunakan sebagai petunjuk arah semua
semua kegiatan atau aktivitas hidup dan kehidupan dalam segala bidang. Hal ini
berarti bahwa semua tingkah laku dan tindakn pembuatan setiap manusia Indonesia
harus dijiwai dan merupakan pencatatan dari semua sila Pancasila. Hal ini
karena Pancasila Weltanschauung merupakan suatu kesatuan, tidak bisa dipisahkan
satu dengan yang lain, keseluruhan sila dalam Pancasila merupakan satu kesatuan
organis.
C. Pancasila Sebagai Dasar Negara
Republik Indonesia
Pancasila sebagai falsafah negara
(philosohische gronslag) dari negara, ideologi negara, dan staatside. Dalam hal
ini Pancasila digunakan sebagai dasar mengatur pemerintahan atau
penyelenggaraan negara. Hal ini sesuai dengan bunyi pembukaan UUD 1945, yang
dengan jelas menyatakan “……..maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia
itu dalam suatu undang-undang dasar negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu
susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar
kepada…..”
Pancasila sebagai pandangan hidup
dan dasar negara Indonesia mempunyai
beberapa fungsi pokok, yaitu:
- Pancasila dasar negara sesuai dengan pembukaan UUD 1945
dan yang pada hakikatnya adalah sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sumber tertib hukum. Hal ini tentang tertuang
dalam ketetapan MRP No. XX/MPRS/1966 dan ketetapan MPR No. V/MP/1973 serta
ketetapan No. IX/MPR/1978. merupakan pengertian yuridis ketatanegaraan
- Pancasila sebagai pengatur hidup kemasyarakatan pada
umumnya
(merupakan pengertian Pancasila yang
bersifat sosiologi)
- Pancasila sebagai pengatur tingkah laku pribadi dan
cara-cara dalam mencari kebenaran (merupakan pengertian Pancasila yang
bersifat etis dan filosofis
D. Sila – Sila Pancasila
A. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Bangsa Indonesia menyatakan
kepercayaan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan oleh karenanya
manusia percaya dan taqwa terhadap Tuhan YME sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing- masing
menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
B. Sila Kemanusiaan Yang Adil dan
Beradab
Kemanusiaan yang adil dan beradab
menunjang tinggi nilai-nilai kemanusiaan, gemar melakukan kegiatan –kegiatan
kemanusiaan, dan berani membela kebenaran dan keadilan. Sadar bahwa manusia adalah sederajat,
maka bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia,
karena itu dikembangkanlah sikap hormat dan bekerja sama dengan bangsa –bangsa
lain.
C. Sila Persatuan Indonesia
Dengan sila persatuan Indonesia,
manusia Indonesia menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan
keselamatan bangsa dan negara diatas kepentingan pribadi dan golongan.
Persatuan dikembangkan atas dasar Bhineka Tunggal Ika, dengan memajukan
pergaulan demi kesatuan dan persatuan bangsa.
D. Sila Kerakyatan Yang Dipimpin
Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan.
Manusia Indonesia menghayati dan
menjungjung tinggi setiap hasil keputusan musyawarah, karena itu semua pihak
yang bersangkutan harus menerimannya dan melaksanakannya dengan itikad baik dan
penuh rasa tanggung jawab. Disini kepentingan bersamalah yang diutamakan di
atas
kepentingan pribadi atau golongan.
Pembicaraan dalam musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati
nurani yang luhur. Keputusan-keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung
jawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan
martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan. Dalam melaksanakan
permusyawaratan, kepercayaan diberikan kepada wakil- wakil yang dipercayanya.
E. Keadilan Sosial Bagi Seluruh
Rakyat Indonesia
Dengan sila keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia, manusia Indonesia menyadari hak dan kewajiban yang
sama untuk menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
Dalam rangka ini dikembangkan perbuatannya yang luhur yang mencerminkan sikap
dan suasana kekeluargaan dan gotong royong.
Untuk itu dikembangkan sikap adil
terhadap sesama, menjaga kesinambungan antara hak dan kewajiban serta
menghormati hak-hak orang lain.
NILAI-NILAI PANCASILA DAN UUD 1945
I. Pancasila
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
Makna sila ini adalah:
* Percaya dan taqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut
dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
* Hormat dan menghormati serta
bekerjasama antara pemeluk agama dan penganut-penganut kepercayaan yang
berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup.
* Saling menghormati kebebasan
menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing.
* Tidak memaksakan suatu agama atau
kepercayaannya kepada orang lain.
2. Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab
Makna sila ini adalah:
* Mengakui persamaan derajat,
persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama manusia.
* Saling mencintai sesama manusia.
*Mengembangkan sikap tenggang rasa.
* idak semena-mena terhadap orang lain.
* Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
* Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
* Berani membela kebenaran dan keadilan.
* Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari masyarakat
*Mengembangkan sikap tenggang rasa.
* idak semena-mena terhadap orang lain.
* Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
* Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
* Berani membela kebenaran dan keadilan.
* Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari masyarakat
3. Persatuan Indonesia
Makna sila ini adalah:
* Menjaga Persatuan dan Kesatuan
Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
* Rela berkorban demi bangsa dan negara.
* Cinta akan Tanah Air.
* Berbangga sebagai bagian dari Indonesia.
* Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal Ika.
* Rela berkorban demi bangsa dan negara.
* Cinta akan Tanah Air.
* Berbangga sebagai bagian dari Indonesia.
* Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal Ika.
4. Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh
Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan
Makna sila ini adalah:
* Mengutamakan kepentingan negara
dan masyarakat.
* Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
* Mengutamakan budaya rembug atau musyawarah dalam mengambil keputusan bersama.
* Berrembug atau bermusyawarah sampai mencapai konsensus atau kata mufakat diliputi dengan semangat kekeluargaan.
* Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
* Mengutamakan budaya rembug atau musyawarah dalam mengambil keputusan bersama.
* Berrembug atau bermusyawarah sampai mencapai konsensus atau kata mufakat diliputi dengan semangat kekeluargaan.
5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh
Rakyat Indonesia
Makna sila ini adalah:
* Bersikap adil terhadap sesama.
* Menghormati hak-hak orang lain.
* Menolong sesama.
* Menghargai orang lain.
* Melakukan pekerjaan yang berguna bagi kepentingan umum dan bersama.
* Bersikap adil terhadap sesama.
* Menghormati hak-hak orang lain.
* Menolong sesama.
* Menghargai orang lain.
* Melakukan pekerjaan yang berguna bagi kepentingan umum dan bersama.
II. Makna Lambang Garuda Pancasila
* Perisai di tengah melambangkan
pertahanan bangsa Indonesia
* Simbol-simbol di dalam perisai masing-masing melambangkan sila-sila dalam Pancasila, yaitu:
* Bintang melambangkan sila Ketuhanan Yang Maha Esa
* Rantai melambangkan sila Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab
* Pohon beringin melambangkan sila Persatuan Indonesia
* Kepala banteng melambangkan sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan
* Simbol-simbol di dalam perisai masing-masing melambangkan sila-sila dalam Pancasila, yaitu:
* Bintang melambangkan sila Ketuhanan Yang Maha Esa
* Rantai melambangkan sila Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab
* Pohon beringin melambangkan sila Persatuan Indonesia
* Kepala banteng melambangkan sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan
* Padi dan Kapas melambangkan sila
Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
* Warna merah-putih melambangkan
warna bendera nasional Indonesia. Merah berarti berani dan putih berarti suci
* Garis hitam tebal yang melintang
di dalam perisai melambangkan wilayah Indonesia yang dilintasi Garis
Khatulistiwa
* Jumlah bulu melambangkan hari
proklamasi kemerdekaan Indonesia (17 Agustus 1945), antara lain:
* Jumlah bulu pada masing-masing sayap berjumlah 17
* Jumlah bulu pada ekor berjumlah 8
* Jumlah bulu di bawah perisai/pangkal ekor berjumlah 19
* Jumlah bulu di leher berjumlah 45
* Jumlah bulu pada masing-masing sayap berjumlah 17
* Jumlah bulu pada ekor berjumlah 8
* Jumlah bulu di bawah perisai/pangkal ekor berjumlah 19
* Jumlah bulu di leher berjumlah 45
* Pita yg dicengkeram oleh burung
garuda bertuliskan semboyan negara Indonesia, yaitu Bhinneka Tunggal Ika yang
berarti “berbeda beda, tetapi tetap satu jua”.
III. Naskah Undang-Undang Dasar 1945
Sebelum dilakukan Perubahan, UUD
1945 terdiri atas Pembukaan, Batang Tubuh (16 bab, 37 pasal, 49 ayat, 4 pasal
Aturan Peralihan, dan 2 ayat Aturan Tambahan), serta Penjelasan.
Setelah dilakukan 4 kali perubahan,
UUD 1945 memiliki 21 bab, 73 pasal, 170 ayat, 3 pasal Aturan Peralihan, dan 2
pasal Aturan Tambahan.
Dalam Risalah Sidang Tahunan MPR
Tahun 2002, diterbitkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 Dalam Satu Naskah, Sebagai Naskah Perbantuan dan Kompilasi Tanpa Ada
Opini.
IV. Sejarah
Sejarah Awal
Pada tanggal 22 Juli 1945, disahkan
Piagam Jakarta yang kelak menjadi naskah Pembukaan UUD 1945. Naskah rancangan
konstitusi Indonesia disusun pada waktu Sidang Kedua BPUPKI tanggal 10-17 Juli
1945. Tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengesahkan UUD 1945 sebagai Undang-Undang
Dasar Republik Indonesia Periode 1945-1949
Dalam kurun waktu 1945-1949, UUD
1945 tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya karena Indonesia sedang disibukkan
dengan perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Maklumat Wakil Presiden Nomor X
pada tanggal 16 Oktober 1945 memutuskan bahwa KNIP diserahu kekuasaan legislatif,
karena MPR dan DPR belum terbentuk. Tanggal 14 November 1945 dibentuk Kabinet
Parlementer yang pertama, sehingga peristiwa ini merupakan penyimpangan UUD
1945 Periode 1959-1966
Karena situasi politik pada Sidang
Konstituante 1959 dimana banyak saling tarik ulur kepentingan partai politik
sehingga gagal menghasilkan UUD baru, maka pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden
Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang salah satu isinya memberlakukan
kembali UUD 1945 sebagai undang-undang dasar, menggantikan Undang-Undang Dasar
Sementara 1950 waktu itu.
Pada masa ini, terdapat berbagai
penyimpangan UUD 1945, diantaranya:
* Presiden mengangkat Ketua dan Wakil Ketua MPR/DPR dan MA serta Wakil Ketua DPA menjadi Menteri Negara
* Presiden mengangkat Ketua dan Wakil Ketua MPR/DPR dan MA serta Wakil Ketua DPA menjadi Menteri Negara
* MPRS menetapkan Soekarno sebagai
presiden seumur hidup
* Pemberontakan G 30S
* Pemberontakan G 30S
Periode 1966-1998
Pada masa Orde Baru (1966-1998), Pemerintah menyatakan kembali menjalankan UUD 1945 dan Pancasila secara murni dan konsekuen. Namun dalam pelaksanaannya terjadi juga penyelewengan UUD 1945 yang mengakibatkan terlalu besarnya kekuasaan pada Presiden.
Pada masa Orde Baru (1966-1998), Pemerintah menyatakan kembali menjalankan UUD 1945 dan Pancasila secara murni dan konsekuen. Namun dalam pelaksanaannya terjadi juga penyelewengan UUD 1945 yang mengakibatkan terlalu besarnya kekuasaan pada Presiden.
Pada masa Orde Baru, UUD 1945 juga
menjadi konstitusi yang sangat “sakral”, diantara melalui sejumlah peraturan:
* Ketetapan MPR Nomor I/MPR/1983
yang menyatakan bahwa MPR berketetapan untuk mempertahankan UUD 1945, tidak
berkehendak akan melakukan perubahan terhadapnya
* Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983
tentang Referendum yang antara lain menyatakan bahwa bila MPR berkehendak
mengubah UUD 1945, terlebih dahulu harus minta pendapat rakyat melalui
referendum.
* Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Referendum, yang merupakan pelaksanaan TAP MPR Nomor IV/MPR/1983.
* Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Referendum, yang merupakan pelaksanaan TAP MPR Nomor IV/MPR/1983.
V. Perubahan UUD 1945
Salah satu tuntutan Reformasi 1998 adalah dilakukannya perubahan (amandemen) terhadap UUD 1945. Latar belakang tuntutan perubahan UUD 1945 antara lain karena pada masa Orde Baru, kekuasaan tertinggi di tangan MPR (dan pada kenyataannya bukan di tangan rakyat), kekuasaan yang sangat besar pada Presiden, adanya pasal-pasal yang terlalu “luwes” (sehingga dapat menimbulkan mulitafsir), serta kenyataan rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggara negara yang belum cukup didukung ketentuan konstitusi.
Salah satu tuntutan Reformasi 1998 adalah dilakukannya perubahan (amandemen) terhadap UUD 1945. Latar belakang tuntutan perubahan UUD 1945 antara lain karena pada masa Orde Baru, kekuasaan tertinggi di tangan MPR (dan pada kenyataannya bukan di tangan rakyat), kekuasaan yang sangat besar pada Presiden, adanya pasal-pasal yang terlalu “luwes” (sehingga dapat menimbulkan mulitafsir), serta kenyataan rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggara negara yang belum cukup didukung ketentuan konstitusi.
Tujuan perubahan UUD 1945 waktu itu
adalah menyempurnakan aturan dasar seperti tatanan negara, kedaulatan rakyat,
HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi dan negara hukum, serta
hal-hal lain yang sesuai dengan perkembangan aspirasi dan kebutuhan bangsa.
Perubahan UUD 1945 dengan kesepakatan diantaranya tidak mengubah Pembukaan UUD
1945, tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta
mempertegas sistem presidensiil.
Dalam kurun waktu 1999-2002, UUD
1945 mengalami 4 kali perubahan yang ditetapkan dalam Sidang Umum dan Sidang
Tahunan MPR:
* Sidang Umum MPR 1999, tanggal
14-21 Oktober 1999
* Sidang Tahunan MPR 2000, tanggal
7-18 Agustus 2000
* Sidang Tahunan MPR 2001, tanggal 1-9 November 2001
* Sidang Tahunan MPR 2002, tanggal 1-11 Agustus 1999
* Sidang Tahunan MPR 2001, tanggal 1-9 November 2001
* Sidang Tahunan MPR 2002, tanggal 1-11 Agustus 1999
Pancasila
sebagai Dasar Negara
Pengertian Pancasila sebagai dasar
negara diperoleh dari alinea keempat Pembukaan UUD 1945 dan sebagaimana
tertuang dalam Memorandum DPR-GR 9 Juni 1966 yang menandaskan Pancasila sebagai
pandangan hidup bangsa yang telah dimurnikan dan dipadatkan oleh PPKI atas nama
rakyat Indonesia menjadi dasar negara Republik Indonesia. Memorandum DPR-GR itu
disahkan pula oleh MPRS dengan Ketetapan No.XX/MPRS/1966 jo. Ketetapan
MPR No.V/MPR/1973 dan Ketetapan MPR No.IX/MPR/1978 yang menegaskan kedudukan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sumber dari tertib hukum di Indonesia.
Inilah sifat dasar Pancasila yang
pertama dan utama, yakni sebagai dasar negara (philosophische grondslaag)
Republik Indonesia. Pancasila yang terkandung dalam alinea keempat Pembukaan
UUD 1945 tersebut ditetapkan sebagai dasar negara pada tanggal 18 Agustus 1945
oleh PPKI yang dapat dianggap sebagai penjelmaan kehendak seluruh rakyat
Indonesia yang merdeka.
Dengan syarat utama sebuah bangsa
menurut Ernest Renan: kehendak untuk bersatu (le desir d’etre ensemble)
dan memahami Pancasila dari sejarahnya dapat diketahui bahwa Pancasila
merupakan sebuah kompromi dan konsensus nasional karena memuat nilai-nilai yang
dijunjung tinggi oleh semua golongan dan lapisan masyarakat Indonesia.
Maka Pancasila merupakan intelligent
choice karena mengatasi keanekaragaman dalam masyarakat Indonesia dengan
tetap toleran terhadap adanya perbedaan. Penetapan Pancasila sebagai dasar
negara tak hendak menghapuskan perbedaan (indifferentism), tetapi merangkum
semuanya dalam satu semboyan empiris khas Indonesia yang dinyatakan dalam
seloka “Bhinneka Tunggal Ika”.
Mengenai hal itu pantaslah diingat
pendapat Prof.Dr. Supomo: “Jika kita hendak mendirikan Negara Indonesia yang
sesuai dengan keistimewaan sifat dan corak masyarakat Indonesia, maka Negara
kita harus berdasar atas aliran pikiran Negara (Staatside) integralistik
… Negara tidak mempersatukan diri dengan golongan yang terbesar dalam
masyarakat, juga tidak mempersatukan diri dengan golongan yang paling kuat,
melainkan mengatasi segala golongan dan segala perorangan, mempersatukan diri
dengan segala lapisan rakyatnya …”
Penetapan Pancasila sebagai dasar
negara itu memberikan pengertian bahwa negara Indonesia adalah Negara
Pancasila. Hal itu mengandung arti bahwa negara harus tunduk kepadanya, membela
dan melaksanakannya dalam seluruh perundang-undangan. Mengenai hal itu, Kirdi
Dipoyudo (1979:30) menjelaskan: “Negara Pancasila adalah suatu negara yang
didirikan, dipertahankan dan dikembangkan dengan tujuan untuk melindungi dan
mengembangkan martabat dan hak-hak azasi semua warga bangsa Indonesia
(kemanusiaan yang adil dan beradab), agar masing-masing dapat hidup layak
sebagai manusia, mengembangkan dirinya dan mewujudkan kesejahteraannya lahir
batin selengkap mungkin, memajukan kesejahteraan umum, yaitu kesejahteraan
lahir batin seluruh rakyat, dan mencerdaskan kehidupan bangsa (keadilan
sosial).”
Pandangan tersebut melukiskan
Pancasila secara integral (utuh dan menyeluruh) sehingga merupakan penopang yang
kokoh terhadap negara yang didirikan di atasnya, dipertahankan dan dikembangkan
dengan tujuan untuk melindungi dan mengembangkan martabat dan hak-hak azasi
semua warga bangsa Indonesia. Perlindungan dan pengembangan martabat
kemanusiaan itu merupakan kewajiban negara, yakni dengan memandang manusia qua
talis, manusia adalah manusia sesuai dengan principium identatis-nya.
Setiap sila (dasar/ azas) memiliki
hubungan yang saling mengikat dan menjiwai satu sama lain sedemikian rupa
hingga tidak dapat dipisah-pisahkan. Melanggar satu sila dan mencari
pembenarannya pada sila lainnya adalah tindakan sia-sia. Oleh karena itu,
Pancasila pun harus dipandang sebagai satu kesatuan yang bulat dan utuh, yang
tidak dapat dipisah-pisahkan. Usaha memisahkan sila-sila dalam kesatuan yang
utuh dan bulat dari Pancasila akan menyebabkan Pancasila kehilangan esensinya
sebagai dasar negara.
Sebagai alasan mengapa Pancasila
harus dipandang sebagai satu kesatuan yang bulat dan utuh ialah karena setiap
sila dalam Pancasila tidak dapat diantitesiskan satu sama lain. Secara tepat
dalam Seminar Pancasila tahun 1959, Prof. Notonagoro melukiskan sifat
hirarkis-piramidal Pancasila dengan menempatkan sila “Ketuhanan Yang Mahaesa”
sebagai basis bentuk piramid Pancasila. Dengan demikian keempat sila yang lain
haruslah dijiwai oleh sila “Ketuhanan Yang Mahaesa”. Secara tegas, Dr. Hamka
mengatakan: “Tiap-tiap orang beragama atau percaya pada Tuhan Yang Maha Esa,
Pancasila bukanlah sesuatu yang perlu dibicarakan lagi, karena sila yang 4 dari
Pancasila sebenarnya hanyalah akibat saja dari sila pertama yaitu Ketuhanan
Yang Maha Esa.”
Dengan demikian dapatlah disimpulkan
bahwa Pancasila sebagai dasar negara sesungguhnya berisi:
1. Ketuhanan
yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang
ber-Persatuan Indonesia, yang ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, serta ber-Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
2. Kemanusiaan
yang adil dan beradab, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Persatuan
Indonesia, yang ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/ perwakilan, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
3. Persatuan
Indonesia, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil
dan beradab, ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/ perwakilan, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
4. Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan,
yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab,
yang ber-Persatuan Indonesia, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
5. Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang
ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, dan
ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/
perwakilan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar